mengubah tentang sebuah persepsi untuk merubah

Cuma Masjid Yang Tersisa

     Sistem penataan kota-kota yang ada di pulau Jawa pada umumnya selalu dibentuk dengan adanya alun-alun dengan dikelilingi pusat pemerintahan dan masjid besar. Semarang juga mempunyai pola seperti itu. Banyak orang yang kalau ditanya “dimana alun-alun semarang?” pasti pada menjawab simpang lima, kalau tidak simpang lima ya tugu muda. Nah, Karena ada penugasan untuk membuat feature dan hal diatas sepertinya menarik. Saya putuskan untuk menulisnya.

Dengan bermodal semangat untuk menyelesaikan tugas lebih cepat. Saya pacu matic kesayangan menuju kawasan masjid Kauman. Meskipun kala itu senja telah mulai menghilang,  semangat saya masih tetap menyala dengan terangnya. Disela-sela padatnya jalanan yang dipenuhi para pekerja yang pulang dari pekerjaannya, angin menghembuskan kelembutannya yang semakin menambah semangat saya supaya sampai lebih cepat. Eh, bukannya lebih cepat malah saya sekarang kesasar. Karena tanpa pikir panjang saya langsung nyelonong pergi tidak bertanya sama teman dimana masjid kauman itu. Walhasil, saya muter-muter di daerah yang sama beberapa kali.

Selamat dari ketersesatan, saya akhirnya sampai di masjid kauman. Lokasi masjid telihat tidak strategis, karena alun-alun yang dulunya di depan masjid kini telah hilang. Masjid ini termasuk salah satu masjid tua di tanah jawa lho. Didirikan oleh kiai ageng pandanaran pada awal abad ke-16. Masjid ini telah mengalami renovasi bekali-kali. Pada tahun 1741, masjid mengalami rusak parah akibat kebakaran yang disebabkan “geger pacinan” (pembantaian terhadap warga keturunan tionghoa).  Maka pada tahun 1759-1760, Kiai Adipati Surohadimenggolo III (bupati semarang kala itu) mengganti masjid yang lama menjadi masjid yang lebih besar. Kemudian pada tahun 1867 saat RM Tumenggung Ario Purboningrat berkuasa, masjid kembali mengalami renovasi. Namun masjid ini kembali mendapat musibah pada tahun 1885 terbakar karena sambaran petir. Pada tahun 1889-1890 dibangun kembali masjid atas bantuan Asisten Residen Semarang GI Blume dan Bupati R Tumenggung Cokrodipuro. Proyek ini ditangani arsitek berkebangsaan belanda bernama GA Gambier.

Nampak masjid Kauman siang hari


Karena waktu itu sudah menginjak maghrib, saya sekalian sholat. Masuk kedalam bangunan masjid terdapat 36 pilar besar yang menyangga masjid ini, memberikan kesan kokoh pada masjid ini. Nampak di depan terlihat mimbar megah dengan ukiran rumit yang menghiasinya. Suasana yang tenang dan tentram membuat sholat para jema’ah menjadi lebih khusu’. Selesai menunaikan kewajiban, saya istirahat sebentar di teras masjid. Menara yang agak tinggi menjadi pelengkap masjid kauman ini. Dengan gapura yang tidak begitu besar terlihat pak satpam yang sedang berjaga dibelakangnya. Terang lampu memperlihatkan pohon-pohon yang hidup menghiasi pagar masjid. Dari teras masjid nampak sebuah papan bertuliskan “aloon-aloon masjid agung semarang”. Tapi sekarang hal itu hanyalah sebuah nama yang bisa membuktikan dulunya disitu pernah terdapat hamparan alun-alun yang begitu luas. Kini hanya berjejer-jejer kios maupun PKL dan beberapa batang pohon yang nampak. Alun-alun mulai terjadi penyempitan akibat perpindahan pasar johar yang dulunya berada dibawah pohon johar. Bangunan pemerintahan di sisi-sisi selatan alun-alun dirobohkan dan dibangun pertokoan. Kawasan alun-alun utara berdiri gedung BPD dan hotel Metro. Sedangkan kawasan alun-alun yang lain didekat pasar johar berdiri pasar yaik baru dan yaik permai.

Saya tertarik buat jalan-jalan disekitar pasar. Berjalan lurus dari masjid terdapat tumpukan sampah-sampah di ujung jalan. Hal itu memberikan kesan pertama yang kurang menyenangkan. Di pasar ini meskipun hari sudah malam aktivitas masih berjalan. Nampak para kuli yang bahu-membahu menurunkan buah-buah dari truk yang baru datang mengisi stok buah di pasar ini. tak hanya buah, di pasar ini ada yang berjualan pakaian, ada yang berjualan keperluan sekolah, ada yang berjualan asesoris dan masih banyak yang lainnya. Namun beberapa penjual sudah ada yang mulai menutup kios mereka. Popularitas Pasar Johar itu hingga ke seluruh Jawa. Pedagang tidak cuma datang dari sekitar Semarang, tapi juga dari Solo, Klaten, dan Kudus. Namun, akibat rob kawasan ini menjadi sangat kumuh dan tercemar. Selain rob, masalah yang dihadapi berkaitan dengan lokasi pasar johar adalah kemacetan dan kekumuhan di setiap sudut.


Puas berkeliling pasar, saya balik ke masjid berniat buat pulang. Sebenarnya sangat disayangkan sebuah daerah yang dulunya sangat indah dan rapi dengan hamparan alun-alun yang begitu luas sekarang yang tertinggal hanyalah masjid agung kauman yang menjadi tonggak terakhir pelestarian kawasan budaya ini. (wav)

Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. amin

Picture source : masjidkita.org

#Now Playing Perahu Kertas from Maudy Ayunda
Diberdayakan oleh Blogger.