Saat ini usia pak Bardun sudah 40
tahun beliau adalah seorang pengusaha sukses di bidang perkapalan. Dia
membangun usahanya sejak muda memulai dari nol. Energinya bisa dikuras
untuk bekerja dan berfikir 24 jam sekalipun. Semangat anak muda tidak akan bisa
ditandingi siapapun. Selama 12 tahun Bardun ibarat di dampingi 8 dewa yang
sukses menyebrangi lautan yang badai dan bajak lautnya amat dahsyat. Iya
anak-anaknya yang terlahir sukses. Pramudi dan Runita sudah lulus dari
kedokteran. Pramana dan Safitri sudah tamat S2. Anak bungsunya yaitu Anita,
setelas lulus SMA langsung melanjutkan studi di Amerika dan mengambil S1 bidang
Marketing, dan kemudian mendapat gelar S2 MBA dari sekolah di Inggris.
Namun hidup tak indah orang memandang ia mendapat musibah pertama adalah berita meninggalnya Lim Tjie, mertua Bardun. Musibah kedua ialah berita bahwa Bardun telah divonis dokter hanya akan hidup 5 tahun lagi. Bardun di usianya 44 dinyatakan terkena sirosis liver. Penyakit ini diketahui sudah sangat terlambat. Setelah mertuanya meninggal itulah, istri Bardun meminta Bardun memeriksakan livernya. Apalagi saat itu Bardun sudah sering cepat lelah-satu pertanda bahwa orang ini mengalami masalah dengan livernya.
Sejak saat itu Bardun lebih sering
ke laboratorium untuk tes darah. Pada suatu saat laboratorium mengalami
kekeliruan hingga istri Bardun prihatin akan mutu lalu beliau mendirikan
laboratorium . Yakni dengan cita-cita agar lab yang dia buka bisa melayani
suaminya yang hampir setiap minggu harus diperiksa. Laboratorium ini diberi
nama Biotest dipimpin istri Bardun dan di bantu oleh anaknya drg. Runita, dr.
Azza – dokter spesialis patologi yang merupakan istri dari Pramudi dan dr.
Fahri – dokter spesialis radiologi, suami dari Runita. Lab ini berkembang
pesat, sudah ada diberbagai kota hingga kini 16 kantor di berbagai daerah.
Setelah melihat hasil test yang
sangat mengejutkan istri Bardun tidak langsung percaya. Maka sang istri membawa Bardun ke profesor di
Jakarta ini pun sama. Bardun menderita sirosis liver yang sudah lanjut dan
tidak dapat di sembuhkan. Dalam kasus ini sirosisnya sudah menjdai kanker,
mendengar keterangan dokter yang justru menyebutkan keadaan suaminya lebih
gawat istri Bardun menangis dan menjerit.
“ Tuhan . . . Mengapa harus terjadi
demikian!" teriaknya.
Mulai saat itu konstentrasi pun dipecah di satu pihak tetap
memikirkan kondisi Bardun dan berbagai
usahanya. Anak-anaknya diminta untuk kuliah lagi ada yang mendalami ilmu
perbankan (Banking & Finance), ilmu keuangan (Accounting & Finance).
Bardun meminta anaknya untuk bekerja keras agar cepat lulus dan dapat
menyelamatkan usahanya sebelum ia meninggal. Sambil memikirkan berbagai
usahanya Bardun juga memikirkan bagaimana caranya agar terhindar dari kematian
yang begitu cepat. Dua tahun setelah vonis terkena kanker liver, Bardun
mengetahui bahwa di Amerika Serikat ada ahli liver yang di gelari rajanya ilmu
bidang liver di dunia. Namanya Prof. Dr Fenton Shanner di Rumah sakit Mount
Sinai.
Maka dengan didampingi istrinya
Bardun berangkat ke Amerika. Setelah dilakukan pemeriksaan yang mendalam, Prof.
Shanner menegaskan bahwa Bardun bukan mengidap kanker liver, namun penyakit
yang lain. “ Kankernya pasti tidak ada namun anda mengidap penyakit liver Non A
Non B,’ujar prof. Shanner. Meski bukan kanker, bukan berarti tidak lagi
membahayakan. Menurut Shanner penyakit yang diderita Bardun belum ada obatnya.
Bardun lantas pulang tanpa menemukan jalan keluar dari ancaman kematiannya.
Setelah pulang dia terlalu sibuk
dengan usahanya hingga setelah 2 tahun pulang dari Amerika, tiba-tiba hasil lab
Bardun mengejutkan seluruh parameter fungsi liver memburuk drastis. SGOT/SGPT,
GammaGT dan seterusnya menunjukkan angka yang mencuat tinggi. Maka ia harus kembali ke Amerika untuk
menemui dokter yang sama di Rumah Sakit yang sama. Kali ini penyakit liver
Bardun menjadi lebih jelas meski berarti menjadi berita lebih mengejutkan
karena ternyata lebih parah dari dugaan sebelumnya. Bardun dinyatakan menderita
penyakit yang disebut Primary Biliary Cirrosis atau PBC. Kemungkiann
penyebabnya adalah stres yang luar biasa dan kelelahan yang berlebihan dan asap
rokok atau alkohol, padahal Bardun tidak merokok atau minum alkohol.
Lalu bagaimana mengatasinya? Prof.
Shanner mengatakan di samping tidak ada obatnya juga tidak perlu mencari dokter
karena itu hanya membuang biaya dan waktu. Dokter hanya menganjurkan agar hidup
dan istirahat lebih baik, dan menunggu saat datangnya kematian dengan
menggembirakan diri. Bardun bingung karena anak-anaknya beluma da yang siap
menggantikan posisinya. Bardun selalu berdoa agar dipanjangkan umurnya.
Anak-anaknya membuktikan baktinya 4 tahun mereka bertiga sudah memperoleh gelar
MBA. Pramudi MBA dibidang manajemen SDM, Pramana MBA dibidang perrbankan dan
keuangan dan Safitri akuntan dan keuangan dengan lulus cumlaude pula. Tinggal
anisya yang masih sekolah.
Mengingat Bardun tetap harus
menjalankan usanya maka dia tidak bisa lama di Tiongkok. Dia pulang- pergi saja
sehingga dalam setahun rata-rata 3-4 kali ke Tiongkok. Setiap pergi 10-15 hariu
di Tiongkok. Sudah datanglah tahun kelima setelah di vonis sirosis liver. Belum
ada tanda-tanda akan kematian Bardun, badannya masih sehat dan cukup kuat dia
masih bertahan tanpa hambatan yang besar kecuali psikologis. Bahkan Bardun
masih aktif dengan usaha perkapalannya. Namun pada tahun ke 6 hasil pemeriksaan
lab sangat buruk, Bardun segera masuk rumah sakit Boromeus, dan akhirnya dokter
angkat tangan dan mempersilakan pulang tanpa obat.
Maka setelah 15 tahun setelah vonis
kematian bardun masih saja mengurusi berbagai usaha –usahanya dengan dibantu
anak-anaknya. Meski Bardun terus memperhatikan kondisi badannya, namun hatinya
tenang. Anak-anaknya maju sangat pesat.
Bardun bersyukur sampai tahun selanjutnya kondisi tubuhnya masih bagus.
Memang tetap melakukan Qi Gong dan Qi Chuan, juga tetap pulang pergi Tiongkok
untuk berobat. Sudah 18 tahun Bandur
mampu “menawar” vonis yang pernah dijatuhkan dokter. Selama itu pula ia selalu
bersyukur bisa melewati tiap tahunnya. Pada tahun ke 19 ini dapat dicatat
bencana besar datang dengan krisis moneter, Bardun masih optimis dapat melewati
tahun ini dan usahanya akan tetap maju. Bardun dan anak-anaknya berada dalam
kewaspadaan yang tinggi. Pergerakan uang, ide, pembicaraan, langkah, dan
transaksi berlangsung sangat cepat. Semua harus diawasi, diikuti dengan
antisipasi.
Dalam keadaan pingsan Bardun
dilarikan ke ICU Rumah Sakit Boromeus, Bandung. Dari hasil lab diketahui bahwa
pencernaan Bardun pecah di tujuh titik. Ini karena di saluran pencernaan itu
sudah penuh dengan gelembung-gelembungseperti balondarah yang kian membesar.
Dalam ilmu kedokteran disebut varices di saluran Esofagus yang ujun g-ujungnya
mengalami muntah darah. Darah terus keluar dan inilah penyebab kematian
terbesar bagi orang yang mengalami hal yang sama dan dilakukanlah transfusi
darah. Syukurlah kebocoran darah dapat diatasi segera dengan memasang balon di
saluran esofagus. Bardun diterbangkan ke Amerika melalui Singapore mesti dalam keadaan pingsan. Istri
dan anak-anaknya serta mantu-mantunya yang memang dokter semua mendampingi
penerbangan.
Dengan harapan yang sangat besar
meminta RS segera menangani bapaknya. Namun ternyata menurut dokter setempat
transplantasi tidak bisa cepat. “Harus menunggu lama, mungkin satu tahun karena
panjangnya antrean pasien,” Kata dokter.
Hari berganti demikian minggu dan
bulan. Bardun tdiak segera mendapat donor. Saat malam tiba Bardun yang sudah
siuman lalu melayang ke keadaannya sekarang. Dulu dia sudah divonis mati dalam
5 tahun, sudah 19 tahun berhasil
melewati tahun setelah vonis, apakah dia mendapatkan mendonor liver, bahkan
anak-anaknya dan menantunya sudah berhasil mengembangkan Biotest. Bahkan apakah
sempat? Sebab penyakitnya begitu gawat sementara menunggu itu sendiri belum
jelas kapan berakhirnya. Bardun sudah lama siap mati, dia sudah melihat
usahanya jaya, anak-anak dan istrinya sudah berkorban banyak, ia tak mau lagi
menjadi beban keluarganya.
Karena menjelang malam yang sunyi,
para perawat sudah kembali ke ruangan. Saat lonceng waktu tidur berbunyi dan
lampu kamar sudah dimatikan. Bardun segera mencabuti semua selang yang menancap
di lengan, hidup dan kakinya. Jarum infus darah juga dicabutnya. Demikian juga
aliran oksigen dia matikan. Setlah itu ia duduk dengan maksud agar balon- balon
yang di pasang di tubuhnya pecah. Sesaat sebelum mencoba bunuh diri ia berdoa
kepada Allah SWT agar dirinya diterima disisi-Nya.
Saat menjelang dini hari perawat
terbangun dalam keadaan kaget. Teriaknya keras ia melihat selang infus,
transfusi, dan oksigen lepas dari badan Bardun. Lalu 5 perawat datang memabntu
“kamu keterlaluan kalau kamu mati RS ini akan dituntut keluargamu,” ujar
perawat kepada Bardun. Bardun setengah gembira setengah bersyukur bahwa ia akan
segera mendapat tranplansi liver. Dalam hitungan waktu yang sangat cepat ia di
operasi. Dan malam harinya ia sudah siuman setelahnya bisa pulang.
Seseorang yang melakukan transplansi
liver seperti Bardun harus meminum obat setiap hari, sehari bisa lima kali
dengan belasan jenis. Akibat meminum obat yang begitu banyak, maka di dalam
ginjal kanan tumbuh tumor kanker ganas. Maka setelah 5 tahun menjalani
trnasplansi liver Bardun harus menjalani operasi ginjal. Apalagi sudah ada pula
yang menjalar ke kandung kemih, yang berfungsi menampung air kencing. Pergilah
Bardun ke UCLA Medcal Center Los Angeles, karena disan ada yang dokter yang
lebih memahami tentang ginjal. Disitulah ginjal kanan Bardun harus di angkat
dan dibuang dan ia harus beberapa kali ke Los Angeles untuk membersihkan
sisa-sisa kanker. Setelah 4 bulan setiap minggu harus ke Singapura untuk
kemoterapi agar sisa-sisa kanker benar sempurna. Dia mengalami musibah jatuh di
bandara Tulang pahanya retak. Bardun tidak bisa jalan dan harus istirahat di
tempat tidur 3 bulan. Namun hanya waktu 2 minggu Bardun sudah bisa kembali
berjalan karna usaha yang keras dan kemauan.
Setelah ginjal kanan diangkat
ternyata ginjal kiri tidak berfungsi baik 100%. Setelah beberapa lama
mengangkatan ginjal kanan ia mengalami gagal jantung yang sampai menyakitkankan
susah bernafas dan muntah darah. Dengan ditangani oleh dokter di Bandung
masalah gagal jantung teratasi. Namun fungsi ginjal kiri semakin parah. Ada dua
pilihan cuci darah atau transplansi ginjal dan akhirnya dipilih keduanya.
Anaknya Pramudi meninggal dunia dalam kecelakaan di Bandung.
Dengan liver yang sudah 11 tahun
ditransplansikan dan dengan satu ginjal sudah digerogoti kanker serta dengan
umurnya yang sudah 74 tahun. Tiap hari akkinya merasa kedinginan. Saking
dinginnya sampai sering menjadi kram. Kreatinnya mencapai 7 lebih yang
seharusnya hanya 1,2 HB darahnya juga turun terus. Tidak ada jalan lain: Bardun
harus menjalani transplansi ginjal. Ginjal kanan sudah tidak ada,kalau ginjla
kirinya kehilangan fungsi tidak ada jalan selain pasang ginjal baru.Ia kembali
ke Amerika dan mendapat keterangan bahwa harus antre bertahun-tahun. Waktu
penantian yang sangat lama bagi penderita. Pramana meminta ayahnya untuk
mempelajari zhen Qi untuk memperpanjang umurnya sambil menunggu antrean. Usaha
ini berhasil enam bulan setelah transplansi. Kedisplinan dan semangat Bardun
dalam 3 hari ia bisa berjalan normal dan air kencingnya juga sudah nornal.
Dokter dan perawat menucapkan selamat karen fungsi ginjal bisa pulih secepat
ini. Bardun dapat bertahan selama 30 tahun dengan dihinggapi berbagai penyakit. Bardun sangat
rajin berolahraga Chi Quen sehingga fisik dan kekebalan tubuh sangat kuat.
Sehingga fisiknya dapat bertahan hingga kini.